Syafiq Yunensa dengan berani mengungkap filosofi di balik judul yang memancing perhatian itu.
"Ada sebuah masa, di mana aku harus memilih menjadi nakal di tengah orang-orang yang merasa paling berpendidikan," tuturnya, tegas.
Ia menekankan, kenakalan yang tertuang dalam novelnya bukanlah sekadar mengikuti arus, melainkan sebuah keputusan matang yang lahir dari kesadaran penuh. Lebih dari sekadar cerita, novel ini adalah respons atas kegelisahan Syafiq melihat banyaknya kawan yang terpinggirkan dari sistem pendidikan.
"Kalau sekolah hanya menerima orang-orang yang pintar, rajin, dan nurut, untuk apa adanya sekolah?" sebuah pertanyaan telak yang ia lontarkan, meruntuhkan batasan konvensional tentang apa itu "pendidikan".
"Berandal Bermoral" hadir sebagai sebuah manifesto. Tujuannya adalah mengikis habis stigma negatif terhadap mereka yang berani memilih jalan "berbeda".
"Karena penyeragaman pola pikir, bagi saya adalah salah satu problem utama di negara kita," pungkas Syafiq, sebuah pernyataan yang menggema dan mengundang refleksi mendalam.
Acara ini ditutup manis dengan sesi pembagian hadiah buku dan momen kebersamaan dalam sesi foto, meninggalkan kesan mendalam dan inspirasi untuk berani berpikir di luar kotak.
Editor: Irsyad Akil
0 Komentar