Inspiratif.online Semarang- Dwi fungsi ABRI perlahan mulai dihapuskan seiring dengan runtuhnya rezim pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto. Penghapusan dwifungsi ABRI terjadi pada masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dengan cara mereformasi TNI.
Hingga pada rapat pimpinan ABRI di tahun 2000, para pemimpin sepakat untuk menghapus dwifungsi ABRI yang perlahan mulai diberlakukan pada Pemilu 2004 dengan harapan semuanya sudah selesai pada Pemilu 2009.
Namun, Rancangan Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjadi sorotan publik sekarang. DPR RI telah mengesahkan RUU TNI lewat sidang paripurna DPR RI Kamis (20/3/2025). Setidaknya terdapat 4 pasal krusial yang memicu polemik di masyarakat yang mengakibatkan banyaknya aktivitas dari beberapa kalangan ikut melakukan demontrasi di jalan maupun di sosial media. Keempat pasal tersebut diantaranya adalah pasal 3 tantag kedudukan TNI RI, pasal 7 tentang penambahan bidang di operasi militer selain perang, pasal 47 tentang penempatan di Kementerian/lembaga dan pasal 53 tentang batasan usia pensiun.
Pertama, yang menajadi permasalahan awal adalah ketika DPR RI melaksanakan sidang tertutup yang dilaksanakan di Hotel bukan tidak senayan. Hal ini menimbulkan rasa kecurigaan dari masyarakat terhadap anggota dewan yang melakukan rapat tertutup di mana hal yang dibahas adalah hal yang akan berdampak besar di skala nasional yaitu tentang RUU TNI.
Kedua, perihal pasal yang kontroversial. Pasal ini memberikan fungsi ganda TNI di mana TNI dapat menduduki posisi sipil tanpa mengundurkan diri atau purna. Aktivitas ini mengembalikan posisi TNI seperti pada zaman orde baru. TNI sebagai alat para penguasa dalam mengkondisikan sipil dan masyarakat. Tak hanya itu, penambahan penempatan TNI ke lembaga-lembaga yang dinilai tidak sesuai secara tugas dan fungsi TNI sebagai lembaga keamanan negara seperti Badan Narkotika Nasional, Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung.
Ketiga, demokrasi berjalan melalui proses dialog, komunikasi, musyawarah, kesepakatan bersama, hati dan logika dan yang sehat. Sedangkan proses hirarki militer memliki sifat yang tendensi satu arah atau satu komando. Ketika proses demokrasi berjalan secara instruktif maka hancurlah sistem ketatanegaraan Indonesia yang sudah tertulis dalam undang-undang dasar. Selain itu, orang yang membawa senjata atau orang yang mendominasi alat-alat perang tidak boleh mengendalikan kehidupan sipil. Dikarenakan senjata adalah alat yang digunakan untuk perang dan pertahanan, bukan digunakan sebagai alat untuk mengancam dan menakut-nakuti sipil. Itulah hal yang sangat dikhawatirkan oleh masyarakat ketika dwi fungsi ABRI kembali di masa reformasi ini.
Andaikan rakyat diberikan pilihan, mana kah yang memiliki urgensi lebih terkait pembahasan RUU TNI dan RUU Perampasan Aset?
Penulis yakin rakyat akan lebih setuju pembahasan RUU Perampasan Aset yang akan membuat orang yang terjerat korupsi atau kotuptor akan dimikiskan dengan undang undang ini.
Penulis: M. Abdullah Munif
0 Komentar